Minggu, 22 Februari 2009

Koperasi akan Punah, Kurikulum Tidak Berpihak


Rabu, 16 April 2008 | 19:15 WIB

BANDUNG, RABU - Koperasi diyakini akan segera punah dari dunia ekonomi negara ini jika tidak ada antisipasi. Gejalanya, kurikulum pendidikan tidak lagi berpihak untuk mengenalkan dunia koperasi dan kewirausahaan kepada anak sejak dini di sekolah.

Menurut Edi Sugandi, guru ekonomi dari Subang, dari zaman ke zaman, materi koperasi dalam kurikulum pendidikan porsinya makin minim. Sehingga, tidaklah mengherankan jika pengetahuan siswa saat ini akan ilmu koperasi kian minim.

"Pada tahun 1984, ekonomi koperasi jadi satu mata pelajaran utuh. Di 1994, tidak lagi disendirikan melainkan diintegrasikan ke pelajaran akuntansi. Di 2004 (kurikulum berbasis kompetensi), termasuk juga KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan), materi koperasi hanya ada di pengantar. Dari 10 jam menjadi hanya empat jam seminggu," tutur Edi, Rabu (16/4) di sela-sela sebuah acara di Institut Manajemen Koperasi Indonesia.

Menurut Dedi Burhanuddin dari Tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Ekonomi Kabupaten Majalengka, pelajaran koperasi lambat laun akan menghilang dari dunia pendidikan di Indonesia jika tidak ada antisipasi. Kondisi ini terjadi akibat adanya pergeseran paradigma ekonomi yang saat ini lebih berorientasi kepada liberalisme, tidak lagi kerakyatan.

"Padahal, zaman dulu, lulusan SMA di kampung bisa langsung dirikan koperasi berkat modal pengetahuan ini. Saat ini, yang ada hanya nganggur. Padahal, koperasi ini kan basisnya kerakyatan, co-operasi dan kerjasama. Baik untuk orang-orang kecil seperti mayoritas di kita. Ketika ada krisisi ekonomi, barulah orang pada ribut-ribut pentingnya koperasi," tuturnya.

Ia menyesalkan, revitalisasi ekonomi koperasi menjadi sekadar wacana. Gerakan koperasi terlihat mulai tumpul, lambat laun akan punah. Selama itu tidak disinergikan dengan pendidikan. "Sekarang coba tanya saja ke anak-anak, kapan hari koperasi ? Pasti tidak ada yang tahu," tuturnya.


sumber:www.kompas.com


Pembiayaan Pendidikan Perlu Diatur Lebih Tegas



Rabu, 5 Maret 2008 | 20:39 WIB

JAKARTA, RABU - Pembiayaan pendidikan masih harus diatur lebih tegas lagi. Terutama dengan adanya istilah pendidikan gratis yang kian mencuat, terutama dalam kampanye-kampanye pemilihan pejabat.

Hal ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk Membedah Persfektif Pembiayaan Pendidikan, Rabu (5/3). Salah satu pembicara, pengamat pendidikan sekaligus Sekretaris Jenderal Dewan Pendidikan DKI Jakarta, Agus Suradika mengungkapkan, terdapat kesenjangan yang lebar terhadap pemaknaan "pendidikan gratis." Masyarakat mempersepsi pendidikan gratis sebagai gratis untuk semua keperluan pendidikan mulai dari SPP, buku, tas, pakaian, bahkan ongkos ke sekolah.

Pemerintah sendiri tidak mendefinisikan dengan jelas makna dari pendidikan gratis. Pemerintah pusat mengimplementasikannya dalam bentuk BOS atau Bantuan Operasional Sekolah. Sedangkan, pemerintah daerah seperti di DKI Jakarta melaksanakannya dalam bentuk BOP atau Biaya Operasional Pendidikan. Pendidikan gratis di DKI Jakarta diterjemahkan sebagai BOS ditambah BOP, tanpa dirinci biaya dan bantuan itu untuk pembiayaan apa saja.

Agus Suradika mengatakan, sebetulnya jika pemerintah mewajibkan warga negara untuk belajar melalui program wajib belajar pendidikan dasar, berarti pendidikan merupakan barang publik. Dengan diposisikan sebagai barang publik, pemerintah berwenang untuk mengatur. Namun, agar memiliki kekuatan memaksa, pemerintah sudah seharusnya menanggung bagian terbesar dari dana pendidikan.



Sabtu, 21 Februari 2009

Nur Amalinah

Nur Amalinah, atau biasa di panggil Lina, merupakan putri pertama dari pasangan H. Ali Koter dan Hj. Asmanih. Lahir di jakarta 10 maret 1989. Memiliki dua adik perempuan yang pertama bernama Yayah Hairiyah yang masih duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah Negeri 9 Jakarta Timur dan Lisa Kamilla yang masih belajar di Taman Kanak-kanak Kasih Ananda VI. Lina memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Kasih Ananda VI pada usia lima tahun, merupakan salah satu siswi yang tidak terlalu banyak bicara. Pada saat belajar di Taman Kanak-kanak pernah mengikuti lomba paduan suara Taman Kanak-kanak Tingkat DKI Jakarta, yang pada saat itu mendapatkan juara harapan III. Foto ini di ambil ketika lina berusia satu tahun, pada saat itu masih tinggal di pondok kopi di sebuah rumah kontrakan tiga kamar yang dimiliki kakeknya. Tumbuh dalam keluarga yang cukup disiplin dalam segala hal dan di bimbing cukup keras oleh kedua orang tuanya.







Setelah lulus
dari Taman Kanak-Kanak Kasih Ananda VI, lina melanjutkan sekolahnya di tingkat Sekolah Dasar yaitu di Sekolah Dasar Negeri 06 Pulogebang Cakung Jakarta Timur. Memiliki cukup banyak teman yang cocok dengan, namun hal ini tidak merubah sifatnya yang pendiam, pada saat duduk di bangku kelas 6 SD pernah mengikuti lomba MTQ kelompok tingkat kelurahan dan mendapat juara I, kemudian melanjutkan ke tingkat DKI hanya mendapat juara harapan III. Masa-masa di SD jarang di habiskan bersama teman-teman sebaya, kegiatan rutinnya hanya sekolah dan mengaji di siang sampai sore hari, kegiatan tambahan pada saat kelas empat SD, yaitu les Bahasa Inggris yang dijlankannya sampai ia duduk di kelas dua SLTP. Foto ini, foto ketika perpisahan SD di taman wisata cibubur puncak, dalam foto ini ada, dari sbelah kiri, ratih, intan, rini, ulan, lina, juwita, rahmat, ozi, bayu, dan hengki. Mereka teman-teman yang cukup dekat dengan lina pada masa Sekolah Dasar dulu.




Setelah itu linah melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP di SLTP Negeri 138 Jakarta T
imur, sekolah ini letaknya tidak jauh dari sekola dasar linah berasal. Pada awal memasuki SLTP linah dapat mengikuti pelajaran dengan dan bias bergaul dan menyesuaikan diri dengan cepat terhadap teman-teman barunya. Linah sempat ikut dalam Organisasi Intra Sekolah yang ada di sekolah ini, dia juga mengikuti ekskul-ekskul seperti PMR dan Basket di sekolahnya, linah juga sempat mendpatkan eringkat pertama di kelas dua pada waktu itu. Di kelas dua tingkat SLTP linah juga sempat menjalani operasi amandel yang cukup membuatnya merasa tidak nyaman karna harus menginap di rumah sakit selama dua malam. Foto di samping foto linah dengan sahabat baiknya sonia, sonia teman sebangku linah pada saat kelas III SLTP, saling membantu dalam belajar dan bergaul dalam kegiatan di sekolah.








Sekolah Menengah Atas Negeri 103 menjadi tingkat pendidikan terakhirnya sebelum memasuki perguruan tinggi. Tidak banyak prestasi yang diciptakan di SMA hanya sem
pat menjadi wakil panitia dalam menyusun buku tahunan angkatan 2006 di sekolahnya. Walaupun begitu, banyak yang ia dapatkan pada masa sekolahnya ini. Persahabatan, kebersamaan, kekompakan dalam menjalin suatu hubungan yang dapat diartikan seperti keluarga sudah ia dapatkan di sini, bahkan rasa sayang kepada seseorangpun telah ia rasakan di sini. Dua foto ini menceritakan kebersamaannya dengan teman-teman SMAnya foto pertama, lianh bersama dengan sahabatnya yang paling dekat sampai sekarang yaitu Revsla Aci Permestania yang kini menjadi salah satu mahasisiwi di Bina Sarana Informatika Jakarta. Foto kedua foto linah bersama beberapa sahabatnya, foto ini diambil ketika linah dan sahabat-sahabatnya ke puncak, mereka langsung dari sekolah tanpa ganti baju seragam, modal nekad yang sangat berkesan baginya.
Di foto ini ada dari sebelah kiri, fauzan, ardy, izam, febry, linah, aci, gerald, agung dan doni. “ di SMA saya merasa dapat keluarga baru, keluarga yang selalu ada di setiap suasana, keluarga yang mampu memeluk, ketika saya merasa kesepian, yang mampu mengembangkan senyum ketika saya dirundung kesedihan, keceriaan, kekompakan, dan kasih sayang sahabat-sahabat yang selalu saya rindukan, semua terlalu cepat dijalani bagi saya..” .



























Tentang hubungannya dengan lawan jenis, linah sampai sekarang sedang menjalani hubungan dengan seorang laki-laki yang di kenalnya melalui salah sambung, cukup unik memang kisahnya, namun begitu hubungan ini telah di jalaninya selama dua tahun empat bulan. Laki-laki itu bernama Zhafirsyah, mahasiswa Universitas Indonesia yang masih semester dua ini sudah cukup mengenal linah dengan baik dan buruk dirinya.



Kini linah menjadi s
alah satu mahasiswa di Universitas Negeri jakarta Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Manajemen Pendidikan angkatan tahun 2007. “ dulu cita-cita saya cukup banyak, yaitu pengusaha restoran, pemain film, guru, dan pastinya ibu yang baik. Tapi kini cita-cita/visi saya adalah, saya ingin menjadi seseorang yang berguna di bidang pendidikan dari hal yang dianggap kecil sampai yang paling besar yaitu dari petudas TU sampai menjadi Meteri Pendidikan, namun saya sangat berharap dapat menjadi konsultan pendidikan yang sangat dipercaya jasanya. Misi atau usaha saya untuk cita-cita saya sekarang ini, saya sedang terus belajar dengan baik dan lebih baik lagi di setiap harinya dan terus berdoa agar Allah SWT melancarkan semua jalan untuk saya mencapai cita-cita yang saya inginkan. _SEKIAN_