Sabtu, 18 April 2009

Mitigasi Bencana Masuk Kurikulum SD

Jumat, 16 Januari 2009 | 19:12 WIB

BANTUL, JUMAT — Untuk memperkenalkan bahaya bencana alam, mulai tahun ini Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul akan memasukkan materi mitigasi bencana ke dalam muatan lokal kuirkulum SD. Lewat materi tersebut diharapkan siswa bisa memahami bahaya bencana dan bisa menyelamatkan diri saat bencana terjadi.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, Sahari, Bantul termasuk wilayah yang rawan bencana gempa, banjir, dan tanah longsor. "Banyaknya korban saat gempa tahun 2006, membuat kami berpikir untuk memperkenalkan mitigasi bencana kepada anak-anak sejak dini. Tujuannya agar setiap bencana datang, jumlah korban bisa ditekan," katanya.

Selama tahun 2008, dinas pendidikan sudah mulai memperkenalkan materi mitigasi bencana tersebut kepada siswa kelas I, II, dan III SD. "Tahun ini sejumlah modul telah dipersiapkan sehingga pengayakan materinya lebih banyak. Tahun lalu sifatnya masih umum, tetapi sekarang sudah kami break down ke dalam modul-modul," katanya.

Selain pemberian materi, yang tak kalah penting adalah praktik langsung mitigasi bencana. Oleh karenanya setiap sekolah sudah diimbau untuk merancang praktik-praktik mitigasi bencana. "Yang paling penting adalah praktik mitigasi gempa, karena hampir semua wilayah Bantul masuk dalam daerah rawan gempa," katanya.

Sahari menambahkan, mitigasi bencana juga diberikan kepada siswa SMP dan SMA, tetapi sifatnya lebih banyak pelatihan atau praktik langsung. "Berbeda dengan SD yang langsung masuk ke kurikulum, di SMP dan SMA sifatnya hanya materi tambahan saja," katanya.

Eny Prihtiyani

sumber:kompas.com

Dirancang, Kurikulum Standar Ponpes Muhammadiyah Jateng

Minggu, 8 Februari 2009 | 18:00 WIB

MAGELANG,MINGGU - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah saat ini sedang berupaya merancang desain kurikulum baru bagi 63 pondok pesantren (ponpes) Muhammadiyah di seluruh Jawa Tengah. Terobosan berupa pembaharuan kurikulum ini akan dilakukan dengan menambah muatan lokal yang memadukan antara ilmu pengetahuan murni dengan ajaran-ajaran Al Quran.

"Karena ilmu pengetahuan berasal dari satu sumber yaitu Tuhan Yang Maha Esa, maka kami pun berupaya agar materi ilmu pengetahuan murni dan agama dapat digabungkan sebagai satu kesatuan dan dipahami secara terpadu oleh para santri," ujar Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Marpuji Ali, saat ditemui dalam acara pencanangan Muhammadiyah Boarding School dan peletakan batu pertama kampus terpadu Muhammadiyah Plus Sirojuddin di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Sabtu (8/2).

Rancangan kurikulum baru ini sedang dibuat oleh sebuah tim khusus, yaitu tim pengembangan pondok pesantren. Rancangan ini sudah dikerjakan oleh tim sejak akhir Desember 2008 hingga sekarang.

Penggabungan ilmu agama dan ilmu pengetahuan murni tersebut diantaranya diwujudkan dengan membuat mata pelajaran mauatan lokal berupa Fisika atau Matematika Qurani. Hal yang serupa, menurut Marpuji, juga akan dilakukan secara bertahap untuk seluruh bidang keilmuan.

Untuk membuat sebuah kurikulum yang tepat, tim pengembangan pondok pesantren nantinya juga akan mengevaluasi kurikulum rintisan yang sudah berjalan di sekolah Muhammadiyah berasrama di Sragen, Sukoharjo, dan Kudus.

"Kekurangan dari kurikulum yang sudah berjalan nantinya akan dievaluasi untuk semakin disempurnakan menjadi sebuah kurikulum baru yang patut dilaksanakan di seluruh Jawa Tengah," paparnya

Upaya menggabungkan dua bidang ini tidak lain adalah untuk merealisasikan ajaran dan gagasan dari pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. "Salah satu ajaran beliau menerangkan bahwa sebuah sistem pendidikan tidak boleh bersifat dikotomik, yang berarti tidak boleh ada hal-hal yang dipahami secara terpisah," ujarnya.

Tjatur Sapto Edy, anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga hadir dalam acara tersebut, mengatakan, sebanyak 45 persen sekolah swasta di Indonesia merupakan sekolah Muhammadiyah. Ini mengindikasikan sekolah Muhammadiyah unggul dari segi kuantitas. "Namun, setelah ini, sudah saatnya kita berupaya terus meningkatkan mutu pendidikan dan unggul dari segi kualitas," ujarnya.





Regina Rukmorini

sumber:kompas.com

Bahasa Betawi dan Cirebon Bisa Masuk Kurikulum

Selasa, 10 Februari 2009 | 21:52 WIB

BANDUNG, SELASA - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan keinginan beberapa daerah menggunakan bahasa daerah setempat dalam kurikulum sekolah tidak melanggar aturan. Ia menyerahkan urusan teknis dan pelaksanaannya pada Dinas Pendidikan serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.

Menurut Heryawan, Senin (9/2) malam, di Bandung, keinginan itu tidak menyimpang. Dasarnya adalah Peraturan Daerah No 5 Tahun 2003 tentang pemeliharaan, sastra, dan bahasa daerah. Disebutkan ada tiga kebudayaan bahasa besar yang tumbuh di Jabar, yaitu bahasa Sunda, bahasa Betawi Melayu, dan bahasa Cirebon. Dengan adanya dukungan dan aturan hukum ini, ia mengharapkan bisa semakin meningkatkan kualitas anak didik Jawa Barat.

Kepala Badan Pengembangan Bahasa Daerah Dinas Pendidikan Jawa Barat, Idin Baidillah, saat ini, sedang dilatih 2.500 guru di Jabar berdasarkan bahasa daerahnya masing-masing. Materinya antara lain penguasaan kurikulum mengajar dan penguasaan karya sastra dari masing-masing daerah.





Cornelius Helmy Herlambang

sumber:kompas.com

Budaya Papua Perlu Dimasukkan Kurikulum

Jumat, 3 April 2009 | 00:43 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.COM--Kebudayaan di Provinsi Papua yang beraneka ragam perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di sekolah agar kebudayaan tersebut tetap lestari.

Wakil ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada ANTARA di Jayapura, Kamis, mengatakan saat ini banyak masyarakat Papua khususnya mereka yang termasuk kategori asli Papua, tidak memahami lagi tentang tata cara dan adat istiadat suku mereka.

"Kalau hal ini tidak segera dicari solusinya, dikhawatirkan budaya asli Papua akan dilupakan," katanya.

Ia menambahkan, semua orang yang tinggal di Papua harus memahami bahwa ada nilai dasar yang hidup dan sudah ada secara turun temurun di atas tanah ini, meskipun daerah dan suku-suku tersebut memiliki perbedaan etnik dan bahasa, namun tetap ada kemiripan sehingga harus dipertahankan.

"Ada simbol-simbol kultural dari orang asli Papua dan juga sejarah yang harus jadi panduan dalam kurikulum sekolah," ujarnya.

Untuk itu ia meminta perhatian Pemerintah Provinsi Papua, serta semua pihak terkait agar segera menjadikan budaya Papua sebagai salah satu muatan lokal yang wajib dipelajari di sekolah.

"Jangan hanya mempelajari budaya daerah lain, tetapi budaya sendiri tidak," kata Hana.


Sumber : Ant

Presiden Harapkan Tsunami Drill Masuk Kurikulum Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2008 | 08:13 WIB

MANADO, SABTU — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap pelaksanaan Tsunami Drill atau latihan massal evakuasi tsunami bisa masuk kurikulum sekolah. Dengan demikian, siswa bisa dididik secara dini cara mengantisipasi ancaman bencana alam itu. Hal tersebut disampaikan juru bicara Presiden, Andy Malarangeng.

"Langkah paling ideal untuk mensosialisasikan pencegahan terhadap tsunami melalui sekolah sehingga anak-anak benar-benar dibekali langkah penanggulangan secara efektif," kata Andy seusai menghadiri rapat terbatas kabinet yang turut diikuti Gubernur Sulut SH Sarundajang dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhamad, Jumat (26/12) di Manado.

Selain usulan untuk masuk kurikulum, Tsunami Drill yang dilakukan di Manado hari ini dan daerah lainnya harus dimatangkan dengan memperhatikan semua jalur-jalur evakuasi penduduk. Pemerintah daerah juga diminta untuk membuat desain tentang jalur evakuasi penduduk secara permanen, serta langkah pertolongan pertama pada kecelakaan.

Sementara itu, Wakil Walikota Manado Abdi Buchari mengatakan, pelaksanaan Tsunami Drill di daerah itu akan dilibatkan sebanyak 5.000 orang sebagai relawan, yang sebagian besar tinggal di pesisir pantai.

"Pemerintah sudah menggerakkan kehadiran masyarakat, PNS, dan semua stakeholder di Manado agar kegiatan tersebut sukses," katanya. Ia sambil berharap daerah lain turut membantu menghadirkan relawan karena target masyarakat pada simulasi itu sebanyak 15.000 orang.

WAH
Sumber : Antara

Pengenalan Tanaman Obat Harus Masuk Kurikulum

Kamis, 11 Desember 2008 | 14:05 WIB

JAKARTA, KAMIS — Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) meminta materi tentang pengenalan tanaman obat dan pengetahuan manfaat jamu dicantumkan dalam kurikulum wajib di lembaga pendidikan kesehatan.

"Kami mengharapkan melalui lembaga pendidikan yang dikelola Departemen Kesehatan, seperti Akademi Perawat, Akademi Kesehatan, dicantumkan kurikulum wajib tentang pengenalan tanaman obat sekaligus pengetahuan manfaat jamu," kata Ketua Umum GP Jamu DR Charles Saerang di Jakarta, Kamis (11/12).

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional GP Jamu 2008 yang dihadiri sejumlah pejabat dan para pengusaha jamu dari seluruh Indonesia. Charles mengatakan, kurikulum wajib tersebut diharapkan pula diisi penjelasan tentang berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi penelitian.

"Dengan begitu siswa atau mahasiswa di sekolah atau akademi tersebut dapat mengikuti perkembangan dunia usaha jamu," katanya.

Upaya itu juga perlu dilakukan untuk memperkenalkan produk-produk jamu yang berkhasiat dalam peningkatan kesehatan rakyat. "Kami menyadari perlunya sumber daya manusia yang andal khususnya di bidang kesehatan," ujarnya.

Hingga kini faktanya di lapangan belum banyak tenaga kesehatan yang mengenal khasiat tanaman obat, apalagi peran produk jamu bagi kesehatan masyarakat.

Sampai saat ini tercatat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia dan hanya kurang dari 1.000 jenis yang diketahui berkhasiat sebagai obat. Dari 1.000 jenis itu hanya sekitar 300 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh industri jamu dan 50 spesies telah dibudidayakan secara komersial.

Charles menilai, fakta itu menjadi potensi tersendiri bagi Indonesia termasuk sumber daya manusia di Tanah Air untuk mengembangkan jamu sebagai salah satu produk unggulan bangsa.

AC
Sumber : Ant

451 Siswa SD-SMA/SMK di Kota Yogya Dapat Beasiswa

Rabu, 14 Januari 2009 | 19:16 WIB

YOGYAKARTA, RABU — Sebanyak 451 siswa SD-SMA/SMK di Kota Yogyakarta, Rabu (14/1), menerima beasiswa prestasi akademik Jaminan Pendidikan Daerah dengan nilai Rp 300.000-Rp 700.000 tiap anak. Mereka adalah siswa kurang mampu pemegang kartu menuju sejahtera (KMS) yang mencapai 177 anak dan sisanya nonpemegang KMS.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Asrori mengatakan, beasiswa diberikan kepada siswa dari 45 kelurahan. Ada 16 siswa untuk setiap kecamatan yang memperoleh beasiswa, masing-masing terdiri atas 4 siswa tiap jenjang pendidikan.

Jumlah dana yang diberikan untuk program ini mencapai Rp 212 juta, dari keseluruhan Rp 360 juta yang tersedia. Adapun jumlah siswa yang menerima beasiswa mencapai 62,63 persen dari 720 siswa yang ditentukan, katanya.

Menurut Budi, tujuan utama beasiswa ini adalah mendorong siswa untuk makin meningkatkan kemampuan akademik sehingga mereka bisa kompetitif dalam memasuki sekolah yang lebih tinggi. Adapun mekanisme pemilihan calon penerima dilakukan oleh tim seleksi di masing-masing kelurahan. Setelah menjaring siswa, tim ini melakukan perangkingan baik terhadap siswa pemegang KMS maupun non-KMS, untuk selanjutnya datanya diajukan ke Dinas Pendidikan.

Kurang mampu

Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan, pihaknya tidak ingin siswa mapan saja yang diakui prestasinya, tetapi juga anak-anak kurang mampu yang saat ini memegang KMS. Selama ini masih ada pandangan minor bahwa anak-anak kurang mampu dianggap tidak bisa berprestasi.

"Keterbatasan (dana) tidak harus membuat kita terbatas prestasinya. Orang menjadi besar bukan karena dia memiliki sesuatu, tetapi karena dia memiliki cita-cita awal yang kemudian diwujudkan," katanya di depan penerima beasiswa di Balaikota.

Pada kesempatan ini Herry ingin agar para orangtua benar-benar memerhatikan biaya pendidikan bagi anaknya, terutama dana untuk meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Menjadi komitmen pemerintah kota (pemkot) bahwa bahwa anak-anak Kota Yogyakarta minimal harus lulus SMA. Untuk itulah, pemkot berencana membuat program tabungan wajib pendidikan yang akan dimulai pada tahun ajaran baru mendatang.

Menurut Herry, tabungan wajib pendidikan itu akan diatur dalam peraturan wali kota. Biasanya orangtua lupa dengan biaya sekolah anak-anaknya. "Dengan tabungan wajib yang dikumpulkan melalui sekolah maka orangtua akan bisa menyisakan uang untuk kuliah anaknya," kata Herry.

Defri Werdiono

sumber:www.kompas.com