Sabtu, 18 April 2009

Minim, Perlindungan Kesehatan Untuk Guru

Minggu, 5 April 2009 | 18:22 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ester Lince Napitupulu

JAKARTA, KOMPAS.com - Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja terhadap guru seperti yang diamanatkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen masih minim. Kondisi memprihatinkan dialami guru-guru swasta karena baru sekitar 20 persen dari sekitar 1,2 juta guru swasta yang mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah.



"Guru-guru PNS mendapat tunjangan kesehatan dari Asuransi Kesehatan untuk guru tersebut, istri, dan dua anak. Untuk guru swasta, masih sedikit guru yang mendapatkan tunjangan kesehatan dan keselamatan kerja dari sekolah atau yayasan. Para guru swasta itu harus menanggung sendiri resiko jika sakit atau mengalami kecelakaan. Ini kan tidak adil, sedangkan pekerja swasta di sektor lain saja ada keharusan untuk bisa memberikan perlindungan kerja dan kesehatan untuk pegawainya," kata Suparman, Ketua Umum Forum Guru Independen Indonesia di Jakarta, Minggu (5/4).



Menurut Suparman, sebenarnya perlindungan untuk guru, di antaranya soal kesehatan dan keselamatan kerja sudah secara tegas diatur dalam UU Guru dan Dosen serta PP Nomor 74 Tahun 2008 soal Guru. Perlindungan itu harus diberikan satuan pendidikan atau sekolah dan penyelenggara pendidikan, mulai dari pemerintah, pemerintah daerah, dan yayasan.



Menyejahterakan, melindungi, dan meningkatkan kualitas pendidik, kata Suparman, harus dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah dan semua pihak. Sebab, apa yang diterima guru itu akan kembali kepada anak didik dalam rangka memenuhi hak anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.



"Implementasi di lapangan yang harus dipastikan berjalan dengan baik. Pemerintah perlu intervensi untuk emmbantu guru-guru swasta mendapat perlindungan itu jika sekolah mereka dari hasil audit memang tidak mampu memberikan hak itu.," kata Suparman.



Dede Permana, Koordinator Guru Swasta Jawa Barat, mengatakan kesejahteraan guru swasta secara umum sangat timpang dari guru PNS. Ketentuan yang ada hanya mengutamakan guru PNS, tetapi mengabaikan guru swasta yang juga berperan besar untuk mendidik generasi penerus bangsa.



Dede yang sudah lima tahun menjadi tenaga pengajar di SMK swasta di Cirebon mengatakan guru tetap yayasan dan guru tidak tetap (honorer) di sekolahnya tidak mendapat tunjangan kesehatan dan keselamatan kerja. Kondisi ini membuat guru was-was jika penyakit tidak terduga muncul, tetapi guru tidak berdaya.



"Tidak banyak sekolah swasta yang bisa memebrikan kesejahteraan yang layak untuk gurunya. Apalagi sekolah swasta sekarang harus ebrsaing dengan sekolah negeri, akibatnya sekolah swasta yang kurang murid semakin sulit membayar guru. Masih ada guru yang jam mengajar per jamnya dibayar Rp 5.000," kata Dede.



Bukan hanya guru swasta, guru honorer di sekolah negri juga mengalami nasib yang sama. Rudi, guru honorer di SDN di Kabupaten Bogor, tidak mendapat tunjangan kesehatan dan keselamatan kerja meskipun sudah 27 tahun mengabdi. Tambahan gaji juga tidak diberikan secara menentu dari pemerintah daerah.



Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar persatuan Guru Republik Indonesia, mengatakan pemerintah mesti turun tangan untuk memastikan tidak ada lagi pendidik di seluruh pelosok Tanah Air yang bergaji di bawah Rp 100.000. "Kami sudah meminta kepada pemerintah untuk bisa memanusiawikan guru dengan melarang dan menindak tegas pihak yang menggaji guru di bawah Rp 100.000 per bulan," ujar Sulistiyo.

sumber:www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar