Sabtu, 18 April 2009

Sekolah Gratis Berdampak Pada Guru

Senin, 13 April 2009 | 09:32 WIB
JAKARTA - KOMPAS.com - Sebagian pendapatan guru selama ini ditopang oleh iuran yang dihimpun dari masyarakat.

Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengatakan, Minggu (12/4), permasalahan terutama terjadi pada guru-guru yang bertugas di perkotaan. Di dalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) perkotaan sekitar 60 persen untuk insentif tenaga pendidik, termasuk untuk instruktur ekstrakurikuler.

Ketika sekolah tidak diizinkan untuk memungut iuran dari masyarakat seiring dengan adanya bantuan operasional sekolah (BOS) dan pendidikan gratis, seluruh aktivitas di sekolah mengandalkan BOS. Padahal, dana BOS tidak memadai untuk operasional sekolah di perkotaan. ”Insentif tambahan dari iuran masyarakat sudah dihapuskan. Banyak guru yang kemudian mengeluh, termasuk ke FGII,” katanya.

Guru di SMPN 7 Kota Bandung, Koswara, mengatakan, di sekolah tempatnya mengajar guru kehilangan insentif tambahan itu sejak Januari 2009.

”Insentif tambahan dari orangtua siswa sudah dihapuskan. Sebelumnya, kami mendapat sekitar Rp 3,3 juta per tahun atau Rp 300.000 hingga Rp 400.000 per bulan,” ujarnya.

Sekarang insentif dari BOS kalau hanya ada kegiatan, seperti mengawas ulangan umum yang honornya sekitar Rp 10.000.

”Untuk insentif berdasarkan kinerja, belum tentu tiap bulan ada kegiatan besar,” ujar Koswara.

Sangat berarti

Bagi para guru, insentif-insentif tambahan itu sangat berarti karena belum semua guru sejahtera. Sertifikasi guru pun masih bersifat gradual, menggunakan kuota, dan penuh dengan berbagai persyaratan sehingga tidak semua guru telah mengikutinya.

”Guru yang sudah lolos juga tidak bisa mengandalkan tunjangan sertifikasi itu karena pembayarannya oleh pemerintah belum stabil,” kataya.

Iwan Hermawan menambahkan, persoalannya bukan sekolah gratis yang memang menguntungkan masyarakat, tetapi menjadi masalah ketika insentif tambahan dari masyarakat kepada guru itu kemudian menghilang dan tidak ada gantinya.

Situasi ini juga menempatkan kepala sekolah dalam posisi terjepit. Di satu sisi kepala sekolah ingin membantu dan meningkatkan motivasi guru lewat insentif dan di sisi lain anggaran tidak memadai.

Iwan menambahkan, sebenarnya pemerintah kota dan kabupaten dapat berperan besar menutup kekurangan yang diakibatkan tidak adanya insentif masyarakat tersebut. (Kompas Cetak/INE)


Sumber : Kompas Cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar