Sabtu, 18 April 2009

BOS Hambat Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah

Senin, 16 Maret 2009 | 20:49 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com — Implementasi program biaya sekolah gratis selama tiga bulan terakhir ini justru memicu penurunan pelayanan pendidikan di Kota Bandung, khususnya kegiatan ekstrakurikuler. Anggaran BOS (bantuan operasional sekolah) yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis, tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis.

Akibatnya sekolah tak dapat memaksakan diri untuk mengadakan kegiatan ektrakurikuler seperti sebelumnya. Perlu mekanisme yang tepat sehingga memungkinkan sumbangan masyarakat dalam kegiatan tersebut.

Hal tersebut mengemuka di dalam jumpa pers pelaksanaan sekolah gratis di Kota Bandung yang diadakan Koalisi Guru Kota Bandung, Senin (16/3). Hadir para guru dari unsur-unsur Koalisi Pendidikan Kota Bandung, Federasi Guru Independen Indonesia, dan Persatuan Guru Republik Indonesia.

Menurut Koordinator Lembaga Advokasi Pendidikan Dan Satriana, penurunan layanan kualitas di sekolah ini sangat mungkin terjadi mengingat masih banyaknya guru yang belum terjamin kesejehteraannya, apalagi dengan adanya kebijakan sekolah gratis, guru-guru tidak lagi dimungkinkan menerima insentif khusus dari masyarakat.

"Selama gaji guru hanyalah Rp 2 juta, sementara ia harus biayai kuliah anaknya di Unpad Rp 60 juta, itu (penurunan motivasi guru) akan terjadi," ucapnya.

Menurut Ketua Umum FGII Jabar Ahmad Taufan, kesejahteraan guru sebetulnya makin membaik seiring kebijakan tunjangan profesional guru melalui sertifikasi. Namun, saat ini baru sekitar 10 persen guru yang telah memperolehnya.

"Untuk itu, kami harapkan kuota sertifikasi ini dapat disebarkan secara adil dan merata," ucapnya.

Namun, para guru yang hadir menolak anggapan jika motivasi guru menurun dan sekolah mengurangi pelayanannya selama terlaksananya sekolah gratis di 2009.

"Jika selama menyangkut tupoksi guru, yaitu perencanaan pengajaran, evaluasi, analisis, dan remedial, saya kira itu tidak jadi masalah karena itu kewajiban guru. Berbeda halnya jika itu menyangkut tugas di luar tupoksi misalnya kegiatan ekstrakurikuler," ucapnya.

"Pengaruh ini terutama akan dirasakan di sekolah favorit. Di sekolah-sekolah ini kan kegiatan ekstrakurikuler bisa mencapai puluhan. Kalau dibiayai, BOS tidak mungkin mencukupi," tutur Taufan.

Menurutnya, perlu ada kejelasan dan ketegasan dari pemerintah mengenai item peruntukan apa saja yang boleh menggunakan BOS ini. Termasuk, kebijakan mengenai pendanaan kegiatan esktrakurikuler ini.

Ketakutan

Seperti yang disampaikan Solichun, guru SMPN 42 Kota Bandung, banyak pengelola sekolah yang ketakutan dan kebingungan dalam mengelola keuangannya pascakebijakan pembebasan pungutan biaya di SD-SMP.

"Sekolah kami memilih berutang ke koperasi daripada meminta pinjaman ke orangtua siswa di kala BOS lambat turun seperti sekarang," ucapnya.

Senada dengan Solichun, Arnie Fajar, pengurus FGII Kota Bandung, berpendapat, Pemkot Bandung perlu menetapkan ketentuan dan prosedur yang memungkinkan munculnya partisipasi dana dari masyarakat.

"Termasuk kebijakan mengenai ekskul ini. Tolong dibuatkan rambu-rambunya yang seragam agar sekolah tidak bingung," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji mengatakan, kegiatan ekstrakurikuler tidak mungkin dapat dibiayai BOS. Maka, sekolah diperbolehkan meminta dari orangtua siswa.

"Asal, itu tidak jadi ketetapan dari sekolah. Melainkan, gerakan sukarela dari masyarakat (orangtua)," tuturnya. Menurutnya, secara prinsip, sekolah di tingkat dasar masih boleh mendapat dana dari masyarakat asalkan itu sumbangan dan dikelola secara transparan.

sumber:www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar