Sabtu, 18 April 2009

Belajar di Rumah Beralas Terpal

Kamis, 17 April 2008 | 15:40 WIB

Oleh A Ponco Anggoro

Di teras rumah milik Lehar, 18 siswa SDN Gunungsari 2, Kasreman, Ngawi, duduk di atas terpal. Mereka menyimak Sukristiawati, sang guru. Kondisi yang jauh berbeda dengan ruang kelas mereka seakan tak mengurangi konsentrasi mereka belajar.

Heri Susanto (9), salah satu murid, Selasa (15/4), dengan cepat mengangkat lengan. Murid kelas dua itu kemudian menjawab dengan sempurna pertanyaan dari gurunya tentang apa saja yang termasuk dalam empat sehat lima sempurna.

Pertanyaan lain diajukan Sukristiawati kepada murid-muridnya. Pertanyaan itu dijawab sempurna pula oleh murid lainnya, Subyantoro (9). Jawaban-jawaban itu mereka tuliskan di buku tulis yang mereka bawa. Namun karena tak ada meja, mereka harus membungkuk saat menulisnya.

Heri dan Subyantoro termasuk murid berprestasi. Semester lalu, Heri memperoleh rangking tiga, sedangkan Subyantoro memperoleh rangking empat. Heri bercita-cita menjadi guru, sedangkan Subyantoro ingin menjadi dokter.

Namun, bagi Heri, Subyantoro, dan murid lainnya yang juga mempunyai cita-cita, tidaklah mudah mewujudkannya. Sekolah yang biasa mereka tempati belajar pekan lalu roboh bagian atapnya sehingga tidak bisa digunakan belajar. "Kami berharap sekolah kami bisa segera diperbaiki. Kalau belajar di sini (di teras rumah), kami tidak bisa konsentrasi, menulis juga menjadi sulit," tutur Heri.

Robohnya atap ruang kelas yang biasa dipakai kelas 1, 2, dan 3 itu disebabkan hujan deras dan angin kencang yang terjadi pada Senin (7/4) malam. Apalagi ditambah kondisi kelas yang tidak pernah direhabilitasi sejak dibangun tahun 1981.

Selalu ditolak

Pihak sekolah setiap tahun sudah sering mengajukan proposal rehabilitasi sekolah ke Dinas Pendidikan Ngawi. Namun, hanya penolakan yang mereka dapatkan. "Mungkin karena letak sekolah ini terpencil di dekat perbatasan Bojonegoro sehingga kurang diperhatikan," kata Wakil Kepala Sekolah SDN Gunungsari 2 Agus Prasetyo.

Akibat kejadian itu, murid kelas 2 terpaksa belajar di rumah gurunya, Lehar, yang dekat sekolah. Sementara kelas 1 dan 3 harus berbagi ruangan dengan kelas empat dan lima. Padahal, dua bulan lagi 96 murid sekolah itu harus menghadapi ujian untuk kenaikan kelas. "Paling sedikit butuh waktu tiga bulan untuk perbaikan," ujar Agus. Ia menambahkan, setelah kejadian sekolah roboh, pemerintah baru merencanakan untuk merehabilitasi sekolah.

Kepala Bidang Pendidikan dan Sarana Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi Harnu Sutomo berkilah, lambatnya perbaikan terhadap SDN Gunungsari 2 disebabkan keterbatasan dana. Dana yang ada tidak seimbang dengan jumlah sekolah rusak. "Apalagi rusaknya sekolah-sekolah itu berbarengan karena dibuat pada tahun yang sama sekitar tahun 1980," tambahnya.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Ngawi, jumlah ruangan kelas SD sampai SMA yang rusak berat pada tahun 2006 sebanyak 1.270 ruangan. Kelas yang rusak ringan dan berpotensi menjadi rusak berat 1.154 ruangan. Sementara dana pemerintah pusat, Pemprov Jatim, dan Pemkab Ngawi hanya bisa merehabilitasi 448 kelas yang rusak berat. Itu artinya akan semakin lama murid belajar di rumah, di atas terpal pula.

Anggoro, A Ponco

www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar