Senin, 16 Maret 2009

Banyak Pelajar Tak Ikut UN Susulan

Motivasi Belajar Kurang

Selasa, 29 April 2008 | 12:18 WIBTidak Lulus UASBN, 12 Siswa Ikuti UNPK



YOGYAKARTA, KOMPAS - Banyak pelajar SMA/SMK tak ikut ujian nasional susulan di hari pertama, Senin (28/4). Sebagian dari mereka mengundurkan diri karena sudah tidak mengikuti pelajaran sejak beberapa bulan terakhir.

Di SMKN 3 Yogyakarta, empat orang peserta didik tidak mengikuti UN susulan. "Dua siswa memang sudah mengundurkan diri dari sekolah, dua siswa lainnya yang sebenarnya sudah jarang masuk sekolah masih kami tunggu untuk ikut UN susulan. Namun, ternyata juga tidak datang," tutur Wakil Kepala Urusan Kurikulum SMKN 3 Yogyakarta Supriyadi HW.

Satu dari dua siswa SMA Pembangunan Yogyakarta akhirnya mengikuti UN susulan setelah didorong oleh pihak sekolah. Kepala SMA Pembangunan Yogyakarta Maruli Taufiq mengungkapkan, dua siswanya yang tidak hadir pada UN utama pekan lalu itu sudah jarang mengikuti pelajaran di sekolah.

"Motivasi belajar mereka memang kurang. Kami sudah berusaha intensif mendatangi siswa dan orangtua ke rumahnya," tutur Maruli.

Di SMAN 3 Yogyakarta, sebagai tempat ujian bagi 14 sekolah Subrayon I, empat siswa peserta UN tidak masuk di hari pertama UN susulan. Satu siswa sudah diinformasikan sekolah bersangkutan tidak bisa ikut UN karena menjalani pertukaran pelajar ke luar negeri.

"Sementara itu, dua siswa lain mengundurkan diri, seperti informasi pihak sekolah. Satu di antara dua siswa itu dikatakan sudah bekerja. Satu siswa lagi, kami belum dapat informasi dari sekolahnya," ucap Jumiran, selaku Sekretaris Subrayon I.

Di Kota Yogyakarta, UN susulan hari pertama hanya diikuti oleh empat siswa SMA dan 11 siswa SMK. Jumlah peserta yang terdaftar mengikuti UN susulan sebanyak 24 siswa SMA dan 51 siswa SMK. Di Kulon Progo, UN susulan hanya diikuti oleh dua peserta dari keseluruhan 39 peserta yang terdaftar. Beri kesempatan

Terkait rendahnya partisipasi peserta UN susulan ini, Ketua Penyelenggara UN DIY K Baskara Aji menyampaikan sekolah umumnya mendaftarkan siswanya yang tidak lulus UN tahun lalu untuk mengikuti UN tahun ini. Meski sebagian di antara mereka sudah lulus ujian kesetaraan Paket C, sekolah tetap memberi kesempatan mengikuti UN untuk memperoleh ijazah. Hanya saja, umumnya siswa tak lagi ingin mengikuti UN ketika sudah bekerja dan mengantongi ijazah Paket C.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan DIY Suwarsih Madya di DPRD DIY mengingatkan agar para guru jangan hanya memotivasi belajar siswa hanya sekadar untuk lulus UN. "Kalau sudah menguasai pengetahuan sesuai kompetensinya, siswa akan siap diuji kapan pun. Tidak takut kalau tidak lulus," ujarnya. (DYA/YOP/WER/PRA/RWN)



APSI Lamongan Dikukuhkan

Rabu, 20 Februari 2008 | 17:34 WIB

LAMONGAN, RABU- Sebanyak 21 orang pengurus Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia atau APSI Lamongan Periode 2007-20012, Rabu (20/2), dikukuhkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur Rasiyo. Pengurus APSI Lamongan dipilih dalam musyawarah daerah pada 4 September 2007 dengan Ketua Kusnowo dan Sekretaris Makhdumah Fadeli.

Wakil Bupati Lamongan Tsalits Fahami Zaka menuturkan 99 persen pendidikan dilihat dari sisi kuantitas pengajaran telah berhasil, terbukti dengan berbagai prstasi yang diraih di bidang pendidikan. Namun dari segi kualitas masih menjadi tanda tanya besar bagi semua pihak untuk instrospeksi.

"Mendidik jauh lebih sulit dari mengajar. Saat ini kemaksiatan semakin dekat dengan anak didik. Lewat telepon genggam, segala kemaksiatan diserap oleh siswa, dari sinilah saya mengharap pengawas mengambil peranan," kata Tsalist.

Jatim Rintis Wajar 12 Tahun

Sementara Kepala Dinas Pendikan dan Kebudayaan Jawa Timur Rasiyo mengatakan, wajib belajar (wajar) 9 tahun di Jawa Timur telah mencakup 99,67 persen anak didik. Keberhasilan tersebut dikhawatirkan menimbulkan ledakan lulusan siswa tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan sederajat.

Rasiyo menambahkan Provinsi Jatim akan merintis program wajar 12 tahun, dan baru satu-satunya program rintisan di Indonesia. Upaya tersebut juga sejalan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan yang melarang perusahaan dan industri merekrut pekerja di bawah u mur atau kurang dari 18 tahun. Upaya mensukseskan program itu telah disiapkan anggaran bantuan kepada 333.000 peserta didik tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan sederajat.

Jumlah tersebut mencakup 30 persen dari 1,1 juta peserta didik tingkat SLTA dan sederajat di Jatim. Peserta didik utamanya dari keluarga kurang mampu akan menerima bantuan Rp 65.000. Bantuan itu disampaikan langsung lewat lembaga pendidikan masing-masing , kata Rasiyo.

Program ini sebagain besar akan diperuntukkan bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), perbandingannya 60 persen bantuan untuk siswa SMK dan 40 persen untuk siswa SMA. Propori SMK lebih diutamakan dengan harapan siswa dari keluarga miskin tersebut akan memiliki keahlian sehingga langsung bisa bekerja. Jika diberikan pada lulusan SMA, jika setelah lulus tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi akan percuma, mereka tidak bisa memasuki dunia kerja, jelas Rasiyo.

Dia memaparkan Pemerintah Provinsi Jawatim telah merehab 5.537 lembaga pendidikan dengan menghabiskan Rp 1,5 triliun. Selama 2007, Pemprov Jatim juga telah memberi beasiswa kepada 26.000 guru untuk menempuh pendidikan Diploma IV (D-4) dan Sarjana (S-1) de ngan anggaran Rp 26 miliar. Pada 2008, telah dianggarkan beasiswa untuk 32.000 guru masing-masing Rp 2 juta setahun. (ACI)



sumber:www.kompas.com



Pencairan Dana BOS Telat

Minggu, 6 Juli 2008 | 19:44 WIB

JAKARTA, MINGGU - Pencairan dana bantuan operasional sekolah atau BOS periode triwulan Juli - September belum juga diterima sekolah-sekolah. Akibatnya, sekolah kebingungan mencari dana, padahal dana itu dibutuhkan untuk proses pendaftaran siswa baru.

Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, di Jakarta, Minggu (6/7) malam, mengatakan pencairan dana BOS terlambat karena menunggu revisi dari Departemen Keuangan terkait tidak adanya pemotongan dana BOS sebagai langkah pemerintah dalam penghematan anggaran akibat naiknya BBM. Pencairan dana BOS untuk triwulan Juli - September 2008 terlambat sekitar seminggu dari jadwal biasa, namun mulai pekan ini pemerintah provinsi sudah bisa mengurus pengajuan pencairan dana BOS.

"Dalam pembahasan Depdiknas dengan DPR, dana BOS disetujui untuk tidak dipotong. Sebelumnya ada usulan untuk dipotong sebagai langkah penghematan pemerintah untuk mengantisipasi naiknya BBM. Karena tidak jadi, Departemen Keuangan harus merevisi DIPA jika dana BOS triwulan ketiga ini tidak ada pemotongan. Terlambatnya karena menunggu revisi itu saja. Dana BOS itu tetap ada, jadi sekolah tidak perlu khawatir," kata Suyanto.

Menurut Suyanto, masih banyak pemerintah daerah hanya mengandalkan dana BOS dari pemerintah pusat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah-sekolah di daerah mereka. Akibatnya, sekolah-sekolah menjerit jika kucuran BOS terlambat dicairkan karena sekolah tidak punya dana cadangan dari pemerintah daerah.

"Masyarakat di daerah perlu kritis juga terhadap kampanye pendidikan gratis yang dilakukan calon gubernur, walikota, atau bupati di daerahnya. Sebab, kampanye pendidikan gratis itu sering hanya mengandalkan dana BOS, tanpa ada tambahan dana lagi dari anggaran daerah. Padahal dana BOS itu saat ini baru cukup untuk sepertiga dari biaya operasional sekolah yang ideal," kata Suyanto.

Dana BOS yang diberikan untuk siswa SD dan SMP itu antara lain untuk membiayai kegiatan belajar dan mengajar di sekolah sehingga tidak ada lagi pembayaran iuran bulanan, pendaftaran siswa baru, buku, dan honor guru sukarelawan.


Anggaran Pendidikan Naik, Utang Naik



Jumat, 15 Agustus 2008 | 15:45 WIB

JAKARTA, JUMAT - Kenaikan anggaran pendidikan menjadi 20 persen ternyata seiring dengan meningkatnya defisit anggaran 2009. Dapat diasumsikan, ambisi pemerintah memenuhi konstitusi tersebut dipenuhi dengan cara berutang. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi XI dari Fraksi PAN Dradjad Wibowo usai keterangan pers sejumlah partai menanggapi pidato kenegaraan presiden di Jakarta, Jumat (15/8).

Menurut Dradjad, persetujuan pemerintah terhadap kenaikan anggaran pendidikan sebesar Rp 46,1 triliun ternyata diikuti kenaikan defisit anggaran mencapai Rp 99,6 triliun atau 1.9 persen dari Produk Domestik Bruto. Sementara itu, dalam nota keuangannya, SBY mengatakan defisit anggaran rencananya akan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sekitar Rp 110,7 triliun dan pembiayaan luar negeri neto minus Rp 11,1 triliun.

"Kenaikan defisit itu tidak lepas adanya keinginan untuk memenuhi APBN pendidkan 20 persen. Jadi, defisit ini akan dibiayai melalui SUN. Saya rasa SUN nanti realisasinya bisa nanti Rp 140-150 triliun," ujar Dradjad.

Sementara itu, Ketua Panitia Anggaran Emir Moeis mengakui bahwa peningkatan 46.1 triliun dalam anggaran pendidikan belum dibicarakan secara khusus oleh pemerintah kepada DPR. "Hanya lewat SMS dari Menkeu," ujar Emir.

Emir mengharapkan jikalau peningkatan anggaran pun disetujui, pembiayaannya bukan dilakukan dengan menambah utang, namun dengan mengoptimalkan pos-pos penerimaan yang lain. "Jadi, jangan adalah perasaan semacam gapang ngutang," tandas Emir.


LIN



Pendidikan Dasar Gratis Butuh Dana Rp 157 Triliun

Kamis, 21 Agustus 2008 | 20:06 WIB

JAKARTA, KAMIS - Pendidikan dasar gratis bermutu yang menjadi prioritas utama program pemerintah harus terpenuhi dengan adanya kebijakan menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. Pembiayaan pendidikan dasar yang memenuhi standar nasional tanpa memungut biaya kepada masyarakat itu dihitung membutuhkan dana sekitar Rp 157 Triliun.

"Pendidikan dasar gratis seharusnya tidak lagi jadi keluhan masyarakat. Dengan anggaran pendidikan nanti yang mencapai Rp 224 Triliun, pendidikan di tingkat SD dan SMP tanpa pungutan lagi. Pemerintah berkewajiban menyediakan layanan pendidikan dasar sembilan tahun di mana warga usia wajib belajar tidak membayar atau tidak dipungut biaya oleh penyelenggara/sekolah," kata Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam diskusi bertajuk Memilih Prioritas Memenuhi Hak Rakyat Memperoleh Pendidikan Bermutu yang diadakan Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (21/8).

Dari perhitungan Abbas yang juga pengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, pendidikan dasar gratis di tingkat SD dan SMP membutuhkan biaya Rp 157,22 Triliun. Penghitungan biaya tersebut sudah mencakup biaya operasional dan investasi pendidik dan tenaga kependidikan, biaya operasional dan investasi sarana dan prasarana, serta biaya operasional bahan habis pakai dan alat aus pakai.

Abbas mengatakan anggaran pendidikan dasar itu setidaknya bisa memenuhi layanan pendidikan dasar yang hampir mencapai standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP. Pada tahun 2008, perkiraan dana pendidikan dasar berkisar Rp 137,3 Triliun. Sisa dana anggaran pendidikan dipakai untuk meningkatkan layanan pendidikan menengah, tinggi, dan nonformal.

Utomo Dananjaya, Direktur IER Universitas Paramadina, mengatakan jika pemerintah punya pilihan strategi pendidikan yang baik, peningkatan anggaran 20 persen itu akan efektif dan harapan perbaikan pendidikan nasional bisa terwujud.

"APBN itu kan uangnya juga dari pajak masyarakat. Kenaikan anggaran pendidikan yang pertama kali mencapai 20 persen itu jangan dilihat sebagai kebaikan pemerintah karena memang seharusnya dikembalikan lagi dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat yang baik. Departemen Pendidikan harus mendasarkan penggunaan dana itu pada penelitian yang kuat, bukan berdasarkan kepentingan politis," kata Utomo.






Mendiknas Canangkan Pendidikan Gratis di Sulsel

Jumat, 6 Juni 2008 | 17:01 WIB

MAKASSAR, JUMAT - Menindaklanjuti janji-janji kampanye Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Jumat (6/6), di Makassar mencanangkan pendidikan gratis untuki provinsi tersebut.

Pencanangan ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Mendiknas di Rumah Jabatan Gubernur, disaksikan Syahrul Yasin Limpo. "Inilah provinsi pertama yang serius melaksanakan pendidikan gratis," ujar Mendiknas Bambang Sudibyo.

Semula, pencanangan hanya dirancang sebagai uji coba pada 11 kabuapten/kota. Namun, kemarin sudah tercakup langsung 23 Kabupaten/kota se-Sulsel. Mendiknas mengharapkan pelaksanaannya berjalan dengan baik dan berhasil sehingga Sulsel kelak dijadikan model secara nasional.

Komponen-komponen pembiyaan yang digratiskan yaitu pembayaran seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru; pembelian buku teks pelajaran buku referensi lainnya; pembelian bahan-bahan habis pakai; pembiayaan kegiataan kesiswaan; pembiayaan ulangan harian, ulangan umum dan ujian sekolah; pengembangan profesi guru; pembiayaan perawatan sekolah; pembiayaan langganan daya dan jasa (listrik,air,telepon); pembiayaan honorarium bulanan guru honorer dan tenaga pendidikan honorer sekolah; pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin dari dan ke sekolah.

Khusus untuk pesantren dan sekolah keagamaan nonmuslim, pendidikan gratis dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan peralatan ibadah; pembiayaan pengelolaan pendidikan gratis: alat tulis kantor, penggandaan, surat menyurat dan lain-lain; insentif bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

Bila terdapat sisa dana dan mencukupi, akan digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mobiler. Pada kesempatan tersebut Mendiknas menyerahkan bantuan mobil Taman Bacaan Tahap Pertama kepada 7 kabupaten di Sulsel yaitu Jeneponto, Sinjai, Bulukumba, Barru, Wajo, Bone, dan Pangkep.






Senin, 02 Maret 2009

Ujian Nasional Hasilkan Peserta Didik Bermutu



Senin, 4 Februari 2008 | 19:23 WIB

DEPOK, SENIN - Ujian Nasional (UN) diselenggarakan Departemen Pendidikan Nasional bukan tidak ada gunanya. Salah besar jika ada anggapan UN hanya menguntungkan peserta didik di sekolah-sekolah perkotaan dan merugikan peserta didik sekolah pedesaan. UN diadakan untuk menghasilkan peserta didik yang bermutu. Sumberdaya manusia bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu pula.

Hal itu ditegaskan Anggota Komisi X DPR RI Hj Aan Rohanah, pada seminar Ujian Akhir Nasional sebagai Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan Indonesia dalam Era Globalisasi, di hadapan para guru dan siswa peserta Olimpiade Ilmu Sosial di Kampus FISIP Universitas Indonesia, Senin (4/2) di Depok.

"Mutu sumberdaya manusia faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Karena itu Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk peningkatan mutu, serta pemantauan dan pengendalian mutu pendidikan," ujarnya.

UN tidak untuk semua mata pelajaran, tetapi hanya pada mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Tujuannya menilai pencapaian kompetisi lulusan secara nasional pada mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Juga untuk pemetaan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sampai tingkat nasional. Kemudian, mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Menurut Hj Aan Rohanah, UN dapat memacu sekolah untuk bekerja lebih baik dan menghasilkan lulusan yang bermutu, menumbuhkan daya kompetitif sekolah untuk mencapai standar nasional dan internasional. UN dapat menjadi perekat antardaerah di era otonomi saat ini dalam kerangka suatu sistem pendidikan nasional.

"Dalam pelaksanaannya perlu dikembangkan sistem yang efisien, efektif, dan akuntabel serta dapat mendukung upaya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.Kemudian didukung oleh regulasi, tenaga profesional, bahan ujian, serta teknologi penilaian yang tepat," tandas anggota DPR RI dari Fraksi PKS itu.

UN perlu dilanjutkan dengan penyempurnaan, di mana biaya ujian tetap ditanggung pemerintah, peningkatan mutu soal, obyektivitas penskoran, keamanan soal, kredibilitas pengawasan. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan ujian ujian yang jujur.

Aan Rohanah berpendapat, karena terdapat sejumlah sekolah memiliki indikasi terjadi kecenderungan atau bertindak tidak obyektif dalam pelaksanaan UN, maka sebaiknya ada lembaga independen, dengan perangkat yang mencukupi, memiliki kewenangan dan otiritas penuh dalam melaksanakan UN.

Tentang dampak positif UN, Aan Rohanah mengutip hasil studi/kajian yang dilakukan Universitas Negeri Yogyakarta (2004) dan Lembaga Studi Pembangunan Indonesia (2005), di mana UN membuat siswa termotivasi lebih rajin belajar, guru termotivasi lebih giat mengajar. Orangtua lebih memperhatikan proses pembelajaran anak. Dan kepala sekolah termotivasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.

Sedangkan hasil UN dimanfaatkan untuk pemetaan mutu lulusan satuan pendidikan tingkat kabupaten/kota.Pertimbangan pencapaian kompetensi untuk perbaikan perncapaian kompetensi. Pemberian bantuan edukasi dan finansial bagi sekolah yang masih rendah capaian kompetensinya.Salah satu pertimbangan kelulusan dari satuan pendidikan.Diharapkan dapat memotivasi peserta didik dan pendidik untuk bekerja lebih baik. Juga dimanfaatkan untuk memperbaiki proses pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan.